Pilih Rumah Real Estate atau di Luar Real Estate?

Pilih Rumah Real Estate atau di Luar Real Estate?

Ilustrasi rumah dijual di sebuah real estate


Di kota-kota besar yang sibuk banyak orang tidak lagi membangun sendiri rumahnya, tapi membeli rumah di kawasan real estate atau rumah milik perorangan (rumah swadaya) di luar real estate. Pembelian rumahnya umumnya menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR) dari perbankan. Pertanyaannya, bagusnya membeli rumah di kawasan real estate atau rumah swadaya di luar real estate?

Kalau pembeliannya menggunakan KPR, kita perlu memahami bahwa lembaga keuangan seperti bank menetapkan syarat-syarat formal kepada calon peminjam (debitur) sebelum memberikan kredit. Persyaratan itu mencakup debitur dan rumahnya. Debitur misalnya, harus bankable dalam arti mampu membayar cicilan. Sedangkan rumahnya harus cukup legalitasnya seperti sudah bersertifikat dan mengantongi IMB. Peruntukan lokasinya juga harus benar, dukungan akses dan infrastrukturnya memadai, dan spek bangunannya memenuhi syarat.

Nah, syarat-syarat formal itu sering sulit dipenuhi kebanyakan rumah swadaya. Lokasinya misalnya, suka kurang sesuai atau kurang memenuhi syarat. Begitu pula legalitasnya, kurang memadai seperti belum bersertifikat atau tidak punya IMB. Bank tidak mau memberikan KPR untuk rumah yang belum sertifikat dan mengantongi IMB.

Sebaliknya rumah real estate, lazimnya sudah lengkap legalitas dan perizinannya walaupun saat dipasarkan mungkin masih dalam proses. Peruntukan lahannya pun sudah memenuhi aturan. Kalau tidak, mana mungkin proyek bisa dipasarkan. Demikian pula spek bangunannya, secara formal memenuhi persyaratan bank. Pendeknya, standar pengembangannya jelas sehingga bank gampang melakukan penilaian. Karena itu rumah real estate pun lebih mudah mendapatkan KPR.

Apalagi, biasanya developer real estate sejak awal sudah menjalin kerja sama dengan bank-bank untuk membiayai pemilikan rumah yang dikembangkannya. Bank pun makin senang karena pengajuan KPR-nya bisa dilakukan secara kolektif melalui developer, tidak sendiri-sendiri oleh pembeli rumah. Pemrosesan aplikasi KPR-nya jadi lebih efisien. Dari kerjasama bank-pengembang itu konsumen rumah real estate bisa menikmati aneka insentif seperti subsidi bunga KPR, bunga KPR promo yang rendah fix (tetap) selama 1 tahun atau lebih, dan lain-lain. Insentif semacam itu sulit didapatkan dari pembelian rumah swadaya.

Jangan heran lebih dari 90 persen penyaluran KPR perbankan ditujukan untuk rumah real estate. Hal itu diakui oleh semua bankir KPR yang pernah diwawancarai AyoProperti. Memang, bank tidak mensyaratkan rumah yang dibiayainya harus di kawasan real estate, tapi bisa di mana saja asal memenuhi syarat. Tapi, tetap saja rumah real estate lebih diutamakan. "Rumah di luar real estate itu standar harganya suka tidak jelas, begitu pula legalitas dan perizinannya,” kata Heintje Mogi, bankir KPR dari sebuah bank swasta besar.

Tapi, itu bukan berarti rumah real estate selalu lebih baik daripada rumah swadaya. Salah satu kelemahan rumah real estate, harganya lebih tinggi daripada rumah swadaya. Soalnya, pengembangan real estate harus dirancang secara seksama berikut infrastruktur, utilitas, dan fasilitasnya. Developer harus menyisihkan sekitar 40 persen areal proyeknya untuk keperluan itu. Jadi, bila luas perumahan 10 hektar, yang bisa dikembangkan menjadi rumah-rumah hanya 6 hektar.

“Pembangunan infrastruktur sangat memakan biaya dalam pengembangan real estate. Di proyek kami bisa mencapai ratusan juta per meter lari mencakup jalan, saluran, utilitas, pedestrian dan fasilitas seperti ruang terbuka hijau dan taman,” kata A Nawawi, profesional yang pernah menjadi direksi perusahaan developer yang mengembanvgkan sebuah kota baru di kawasan Serpong, Tangerang (Banten).

Biaya penataan kawasan dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas itu tentu dibebankan pada harga rumah. Rumah swadaya tidak menanggung biaya semacam itu, karena lazimnya dibangun di kawasan yang sudah eksis. Harga rumah real estate makin mahal, karena untuk setiap pembeliannya konsumen dikenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5% dan PPN 11%. BPHTB dikenai dua kali, saat developer membeli lahan dan saat menjual rumahnya kepada konsumen. Pembelian rumah swadaya tidak dikenai PPN, hanya BPHTB yang bisa dibayar penjual rumah.

Desain rumah real estate seragam, umumnya berupa rumah deret yang menempel satu sama lain. Konsumen tidak bisa memilih desain dan tata ruang rumah menurut kebutuhannya masing-masing, bahkan dengan menambah biaya sekalipun kecuali di segelintiran perumahan.

Terakhir, rumah real estate umumnya dipasarkan secara inden, masih berupa gambar dengan janji serah terima kemudian, dengan legalitas masih dalam proses. Jadi, ada risiko rumah tidak dibangun, atau dibangun tapi terlambat diserahterimakan, atau dibangun dengan spek tidak sesuai janji. Sebaliknya rumah swadaya lazimnya dibeli dalam kondisi sudah jadi. Jadi, bangunan, suasana lingkungan, serta legalitasnya bisa langsung diperiksa. Pilihan terpulang pada Anda.


Dapatkan berita update AyoProperti.com di Google News


Read more stories:

Banyak Keuntungan Memiliki Properti, Program Seal The Deal Damai Putra Group Banjir Apresiasi.

Di Pameran Ini Kamu Bisa Dapat Bunga KPR 2,67

BCA Tawarkan Bunga KPR Floating Paling Rendah

Suka-Suka Bank Menentukan Bunga KPR

Yang Nyalurin Banyak, Tapi Bunga KPR Tetap Tinggi